Identitas Beragama Di Pondok Pesantren Tahfidz Al-qur’an
Penulis | : | Umi Musyarrofah |
Ukuran | : | 15.5 x 23 cm |
Tebal | : | xiv + 215 hlm. |
ISBN | : | - |
Cover | : | Soft cover |
Berat | : | 0 |
Substansi dinamika identitas beragama warga pondok pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus dalam praktek ritual keagamaan, khususnya ibadah mahdhahnya mengikuti madzhab Syafi’i sebagaimana yang dianut oleh Nahdhatul Ulama, dan term ini menjadi ciri khas pesantren dan warga sekitar. Sementara dalam praktek ibadah ghairi mahdhah cenderung lebih toleran/moderat, dibuktikan dengan menerima santri dari berbagai ormas, seperti Muhammadiyah, NU, Salafy, Persis, dan PKS bahkan ada yang menjadi pengurus pesantrennya. Adapun warga pesantren Isy Karima Solo dinamika identitas beragama dan realisasi ritual ibadahnya sangat moderat, hal ini dibuktikan dengan visinya: mencetak kader ulama hafidz yang berjiwa da’i dan mujahid. Terlebih para asatidznya ada yang alumnus Saudi, Syiria, dan Mesir, di samping para santrinya juga menampung dari berbagai ormas, yaitu NU, Persis, Muhammadiyah, PKS dan lain sebagainya. Sedangkan pesantren Baitul Qur’an warga pesantren ini dalam dinamika identitas beragama terkait dengan aktualisasi ritualnya berhaluan salafy puritan yang relatif moderat relevan dengan visinya, yaitu mencetak generasi qur’ani, mandiri dan berprestasi.
Terjadi konstruksi identitas beragama warga pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus akibat mempertahankan sistem, eksistensi dan realitas pesantren dimata negara dan dunia internasional bahkan dihadapan Sang Khaliq kelak. Konteks ini dibuktikan dengan metode menghafal al-Qur’an yang khas yaitu metode muwajjahah, resitasi, takrir, mudarrosah dan metode test. Sementara keharusan munculnya konstruksi identitas beragama warga pondok Isy Karima Solo, karena prestiusistasnya yang sudah mencapai popularitas level internasional dengan klasifikasi pesantren tahfidz yang relatif muda, sehingga mampu berpartisipasi aktif dan berkontribusi untuk mengharumkan negara Indonesia, melalui spesifikasi metode menghafal al-Qur’annya yang masyhur adalah metode visual, audio dan kinestetik. Sedangkan keniscayaan hadirnya konstruksi identitas beragama warga pondok pesantren Baitul Qur’an Sragen, disebabkan oleh kemasyhuran visinya yang serba qur’ani yaitu mencetak generasi qur’ani, mandiri dan berprestasi via penguasaan dua bahasa Asing (Arab dan Inggris), dimana bahasa Arab sebagai kunci mengeksplorasi ilmu agama, sementara bahasa inggris untuk membuka ilmu teknologi dan informasi di era revolusi industri 4.0.
Model identitas beragama warga santri pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai al-Qur’an terdiri dari dua perspektif: pertama, menerima eksistensi dan perbedaan suku bangsa lain sebagai anugerah rahmat Allah SWT.; kedua, menerima eksistensi kemanusiaan bahwa mereka merupakan makhluk Allah SWT. yang memiliki kesamaan hak satu sama lain. Sementara warga pondok Isy Karima Solo aktualisasi identitas beragama terhadap nilai-nilai al-Qur’an sangat tegas bahwa pluralitas merupakan sunnatullah dan anugerah Allah SWT., pluralisme merupakan salah satu ciri utama masyarakat Indonesia yang majemuk/multikultural (plural society). Sehingga keberagaman tersebut menjadi kekuatan/energi untuk membangun integritas bangsa. Sedangkan aktualisasi identitas beragama warga pondok pesantren Baitul Qur’an Sragen terhadap nilai-nilai al-Qur’an melalui kerjasama antar kelompok (konsep ta’awun) dalam al-Qur’an untuk membangun dan menciptakan kebaikan (fastabiqul khairat). Sebab konteks ini sebagai pembelajaran bagi para santri substansi kehidupan (pola hidup qur’ani) yang akan dipersembahkan kepada Allah SWT kelak
Stok Kosong
Identitas Beragama Di Pondok Pesantren Tahfidz Al-qur’an
Penulis | : | Umi Musyarrofah |
Ukuran | : | 15.5 x 23 cm |
Tebal | : | xiv + 215 hlm. |
ISBN | : | - |
Cover | : | Soft cover |
Berat | : | 0 |
Substansi dinamika identitas beragama warga pondok pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus dalam praktek ritual keagamaan, khususnya ibadah mahdhahnya mengikuti madzhab Syafi’i sebagaimana yang dianut oleh Nahdhatul Ulama, dan term ini menjadi ciri khas pesantren dan warga sekitar. Sementara dalam praktek ibadah ghairi mahdhah cenderung lebih toleran/moderat, dibuktikan dengan menerima santri dari berbagai ormas, seperti Muhammadiyah, NU, Salafy, Persis, dan PKS bahkan ada yang menjadi pengurus pesantrennya. Adapun warga pesantren Isy Karima Solo dinamika identitas beragama dan realisasi ritual ibadahnya sangat moderat, hal ini dibuktikan dengan visinya: mencetak kader ulama hafidz yang berjiwa da’i dan mujahid. Terlebih para asatidznya ada yang alumnus Saudi, Syiria, dan Mesir, di samping para santrinya juga menampung dari berbagai ormas, yaitu NU, Persis, Muhammadiyah, PKS dan lain sebagainya. Sedangkan pesantren Baitul Qur’an warga pesantren ini dalam dinamika identitas beragama terkait dengan aktualisasi ritualnya berhaluan salafy puritan yang relatif moderat relevan dengan visinya, yaitu mencetak generasi qur’ani, mandiri dan berprestasi.
Terjadi konstruksi identitas beragama warga pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus akibat mempertahankan sistem, eksistensi dan realitas pesantren dimata negara dan dunia internasional bahkan dihadapan Sang Khaliq kelak. Konteks ini dibuktikan dengan metode menghafal al-Qur’an yang khas yaitu metode muwajjahah, resitasi, takrir, mudarrosah dan metode test. Sementara keharusan munculnya konstruksi identitas beragama warga pondok Isy Karima Solo, karena prestiusistasnya yang sudah mencapai popularitas level internasional dengan klasifikasi pesantren tahfidz yang relatif muda, sehingga mampu berpartisipasi aktif dan berkontribusi untuk mengharumkan negara Indonesia, melalui spesifikasi metode menghafal al-Qur’annya yang masyhur adalah metode visual, audio dan kinestetik. Sedangkan keniscayaan hadirnya konstruksi identitas beragama warga pondok pesantren Baitul Qur’an Sragen, disebabkan oleh kemasyhuran visinya yang serba qur’ani yaitu mencetak generasi qur’ani, mandiri dan berprestasi via penguasaan dua bahasa Asing (Arab dan Inggris), dimana bahasa Arab sebagai kunci mengeksplorasi ilmu agama, sementara bahasa inggris untuk membuka ilmu teknologi dan informasi di era revolusi industri 4.0.
Model identitas beragama warga santri pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai al-Qur’an terdiri dari dua perspektif: pertama, menerima eksistensi dan perbedaan suku bangsa lain sebagai anugerah rahmat Allah SWT.; kedua, menerima eksistensi kemanusiaan bahwa mereka merupakan makhluk Allah SWT. yang memiliki kesamaan hak satu sama lain. Sementara warga pondok Isy Karima Solo aktualisasi identitas beragama terhadap nilai-nilai al-Qur’an sangat tegas bahwa pluralitas merupakan sunnatullah dan anugerah Allah SWT., pluralisme merupakan salah satu ciri utama masyarakat Indonesia yang majemuk/multikultural (plural society). Sehingga keberagaman tersebut menjadi kekuatan/energi untuk membangun integritas bangsa. Sedangkan aktualisasi identitas beragama warga pondok pesantren Baitul Qur’an Sragen terhadap nilai-nilai al-Qur’an melalui kerjasama antar kelompok (konsep ta’awun) dalam al-Qur’an untuk membangun dan menciptakan kebaikan (fastabiqul khairat). Sebab konteks ini sebagai pembelajaran bagi para santri substansi kehidupan (pola hidup qur’ani) yang akan dipersembahkan kepada Allah SWT kelak
Stok Kosong